WIDYTIA PHARAMITA
TUGAS MATA KULIAH FILSAFAT ILMU
FILSAFAT
AGAMA
SEBAGAI CABANG DARI FILSAFAT ILMU
A. Pengertian dan
Definisi
Jujun S Suriasumantri
mengatakan bahwa filsafat menelaah
segala persoalan yang mungkin dapat dipikirkan manu-sia. Sesuai dengan
fungsinya sebagai pionir, filsafat mempermasalahkan hal-hal pokok, terjawab
suatu per-soalan, filsafat mulai merambah pertanyaan lain. Dick Hartoko
menyebut agama itu dengan religi, yaitu ilmu yang meneliti hubungan antara
manusia dengan “Yang Kudus” dan hubungan itu direalisasikan dalam ibadat-ibadat.
Jadi filsafat dalam cara kerjanya bertolak dari akal, sedangkan agama bertolak dari wahyu. Filsafat mebahas sesuatu dalam rangka
melihat kebenaran yang diukur, apakah sesuatu itu logis atau bukan. Agama tidak
selalu mengukur kebenaran dari segi logisnya karena agama kadang-kadang tidak
terlalu memperhatikan
aspek logisnya.
Jadi filsafat
agama bertolak dari definisi filsafat, adalah takrif filsafat agama: system
kebenaran tentang agama sebagai hasil berpikir secara radikal, sistematis dan
universal. Dasar-dasar agama yang dipersoalkan dipikirkan menurut logika
(teratur dan berdisiplin) dan bebas. Ada 2 bentuk filsafat agama, yakni
filsafat agama pada umumnya dan filsafat sesuatu agama. Tidaklah terlalu asing orang mengatakan bahwa pembahasan filsafat agama
tidak menambah keyakinan atau tidak meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan. Ini
bisa berarti bahwa pembahasan agama secara filosofis tidak perlu dan usaha itu
adalah sia-sia. Tetapi perlu diingat bahwa pembahasan filsafat agama bertujuan
untuk menggali kebenaran ajaran-ajaran agama tertentu atau paling tidak untuk
mengemukakan bahwa hal-hal yang diajarkan dalam agama tidak bertentangan dengan
prinsip-prinsip logika. Ada 4 pertanyaan yang menggariskan
lapangan filsafat:
1. Apa yang bias kita ketahui? Dijawab oleh
filsafat metafisika,
2. Apa yang boleh kita kerjakan? Dijawab oleh filsafat etika,
3. Sampai dimanakah pengharapan kita? Dijawab oleh filsafat agama,
4. Apakah yang dinamakan manusia? Dijawab oleh filsafat antropologi.
2. Apa yang boleh kita kerjakan? Dijawab oleh filsafat etika,
3. Sampai dimanakah pengharapan kita? Dijawab oleh filsafat agama,
4. Apakah yang dinamakan manusia? Dijawab oleh filsafat antropologi.
Jenis
agama. Ada dua jenis agama: agama budaya-ardhi
dan agama langit-samawi, menurut kepustakaan barat menyebut natural religion
(agama alam) dan revealed religion (agama wahyu). Menurut agama Hindu jalan
menuju ke Nirvana, menurut Islam: syari’at,
thariqah, shirathal mustaqim (jalan lurus), peristilahan Cina: tao;
peristilahan Jepang: shinto, menurut Budha
jalan delapan; dan menurut Tuhan Nasrani, “Yesus” berkata kepada pengikut-pengikutnya: “ikutlah jalanku”. Jadi,
pemaknaan agama-agama: umumnya ditemukannya jalan pada batinnya. Dari delapan
difinisi harun Nasution dapat
diklasifikasikan bahwa terdapat empat hal penting dalam setiap agama, yaitu :
1.
Kekuatan
gaib, manusia merasa dirinya lemah dan berhajat pada kekuatan gaib itu sebagai
tempat minta tolong.
2.
Keyakinan
manusia bahwa kesejahteraannya di dunia ini dan hidup akhirat tergantung pada
adanya hubungan baik dengan kekuatan gaib itu.
3.
Respon yang
bersifat emosionil dari manusia. Res-pon itu bisa berupa rasa takut seperti
yang terdapat dalam agama-agama primitif, atau perasaan cinta seperti yang
terdapat dalam agama-agama monoteisme.
4.
Paham adanya
yang kudus (sacred) dan suci dalam bentuk kekuatan gaib, dalam bentuk kitab
yang mengandung ajaran-ajaran agama itu dan dalam bentuk tempat-tempat
tertentu.
Setelah diketahui pengertian
masing-masing dari agama dan filsafat, Harun Nasution mengemukakan bahwa
filsafat agama adalah berfikir tentang dasar-dasar agama menurut logika yang
bebas. Pemikiran ini terbagi menjadi dua bentuk, yaitu:
a)
Membahas dasar-dasar
agama secara analitis dan kritis tanpa terikat kepada ajaran agama, dan tanpa
tujuan untuk menyatakan kebenaran suatu agama.
b)
Membahas dasar-dasar
agama secara analitis dan kritis dengan maksud untuk menyatakan kebenaran suatu
ajaran agama atau sekurang-kurangnya untuk menjelaskan bahwa apa yang diajarkan
agama tidaklah mustahil dan tidak bertentangan dengan logika. Dasar-dasar agama
yang dibahas antara lain pengiriman rasul, ketuhanan, roh manusia,
keabadian hidup, hubungan manusia dengan Tuhan, soal kejahatan, dan hidup
sesudah mati dan lain-lain.
B. Keselarasan Agama
dan Filsafat
Adapun
keselarasan antara filsafat dan agama menurut al-Kindi di dasarkan pada 3
alasan: (1) Ilmu agama merupakan bagian dari filsafat, (2) Wahyu yang
diturunkan kepada Nabi dan kebenaran filsafat saling bersesuaian, (3) menuntut
ilmu, secara logika, diperintahkan dalam agama.
* Dua
Tradisi Besar Filsafat:
1) Filsafat
Tradisional, “the perennial philosophy” yang sering dibahas “Yang Suci” (The
Secred) atau “Yang Satu” (The One) dalam satu manifestasinya, seperti dalam
agama, filsafat, sains dan seni.
2) Filsafat
Modern : justru sebaliknya. Yakni, membersihkan “Yang Suci” dan “Yang Satu”
dari alam pemikiran filsafat, sains dan seni – telah benar-benar dikosongkan
dari adanya “Yang Suci” atau dilepaskan dari kesadaran kepada “Yang Satu”.
B . Agama sebagai
Objek Filsafat
Aristoteles mengemukakan bahwa objek
filsafat ada-lah fisika, metafisika, etika, politik, biologi, bahasa. Al-Kindi mengemukakan bahwa
objek filsafat itu adalah fisika, matematika dan ilmu ketuhanan. Menurut
al-Farabi, objek filsafat adalah semua yang maujud.] Selain yang dikemukakan oleh para
filosof di atas, menambahkan bahwa kepercayaan itu termasuk objek pembicaraan
filsafat.
Karena begitu mendalamnya pembahasan
tentang Tuhan terdapat dua kemungkinan yang akan terjadi. Dengan mempelajari
agama bisa seseorang berubah keya-kinan. Ada orang yang membahas
persoalan kepercayaan dalam agama itu menambah keyakinannya terhadap Tuhan. Ada
orang yang membahas persoalan kepercayaan tentang Tuhan, tetapi karena ia tidak
mendapatkan kepuas-an dalam penemuannya sehingga orang itu berpaling dari
keyakinannya semula.
C. Krangka Berfikir
(Proses Penggunaan Akal) dalam Filsafat Agama
Penjabaran
yang mengenai proyeksi akal dalam filsafat agama al-Farabi telah mengelompokkan
akal dalam 2, yakni: (1) Akal praktis, yaitu yang menyimpulkan apa yang mesti
dikerjakan; dan (2) Akal teoritis, yaitu yang membantu menyempurnakan jiwa.
Akal toritis ini dibagi lagi menjadi: yang fisik (material), yang
terbiasa (habitual); dan yang diperoleh (acquired).Seiring dengan yang
diungkapkan oleh ibn Rusyd, sekali pun ia menyanjung tenaga akal dan
mempercayai akan kemampuannya untuk mengetahui, namun ia mempercayai pula,
bahwa ada hal yang terletak di luar kemampuan akal untuk diketahuinya. Karena
itu ia menyarankan supaya kita haruskembali kepada wahyu yang diturunkan untuk
menyempurnakan pengetahuan akal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar