Pages

Labels

Diberdayakan oleh Blogger.

Senin, 18 Mei 2015

FILSAFAT AGAMA SEBAGAI CABANG DARI FILSAFAT ILMU



WIDYTIA PHARAMITA
TUGAS MATA KULIAH FILSAFAT ILMU

FILSAFAT AGAMA
 SEBAGAI CABANG DARI FILSAFAT ILMU

A. Pengertian dan Definisi
Jujun  S Suriasumantri mengatakan bahwa filsafat menelaah segala persoalan yang mungkin dapat dipikirkan manu-sia. Sesuai dengan fungsinya sebagai pionir, filsafat mempermasalahkan hal-hal pokok, terjawab suatu per-soalan, filsafat mulai merambah pertanyaan lain.  Dick Hartoko menyebut agama itu dengan religi, yaitu ilmu yang meneliti hubungan antara manusia dengan “Yang Kudus” dan hubungan itu direalisasikan dalam ibadat-ibadat. Jadi filsafat dalam cara kerjanya bertolak dari akal, sedangkan agama bertolak dari wahyu. Filsafat mebahas sesuatu dalam rangka melihat kebenaran yang diukur, apakah sesuatu itu logis atau bukan. Agama tidak selalu mengukur kebenaran dari segi logisnya karena agama kadang-kadang tidak terlalu memperhatikan aspek logisnya.
Jadi filsafat agama bertolak dari definisi filsafat, adalah takrif filsafat agama: system kebenaran tentang agama sebagai hasil berpikir secara radikal, sistematis dan universal. Dasar-dasar agama yang dipersoalkan dipikirkan menurut logika (teratur dan berdisiplin) dan bebas. Ada 2 bentuk filsafat agama, yakni filsafat agama pada umumnya dan filsafat sesuatu agama. Tidaklah terlalu asing orang mengatakan bahwa pembahasan filsafat agama tidak menambah keyakinan atau tidak meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan. Ini bisa berarti bahwa pembahasan agama secara filosofis tidak perlu dan  usaha itu adalah sia-sia. Tetapi perlu diingat bahwa pembahasan filsafat agama bertujuan untuk menggali kebenaran ajaran-ajaran agama tertentu atau paling tidak untuk mengemukakan bahwa hal-hal yang diajarkan dalam agama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip logika. Ada 4 pertanyaan yang menggariskan lapangan filsafat:
1. Apa yang bias kita ketahui? Dijawab oleh filsafat metafisika,
2. Apa yang boleh kita kerjakan? Dijawab oleh filsafat etika,
3. Sampai dimanakah pengharapan kita? Dijawab oleh filsafat agama,
4. Apakah yang dinamakan manusia? Dijawab oleh filsafat antropologi.
Jenis agama. Ada dua jenis agama: agama budaya-ardhi dan agama langit-samawi, menurut kepustakaan barat menyebut natural religion (agama alam) dan revealed religion (agama wahyu). Menurut agama Hindu jalan menuju ke Nirvana, menurut Islam: syari’at, thariqah, shirathal mustaqim (jalan lurus), peristilahan Cina: tao; peristilahan Jepang: shinto, menurut Budha jalan delapan; dan menurut Tuhan Nasrani, “Yesus” berkata kepada pengikut-pengikutnya: “ikutlah jalanku”. Jadi, pemaknaan agama-agama: umumnya ditemukannya jalan pada batinnya. Dari delapan difinisi  harun Nasution dapat diklasifikasikan bahwa terdapat empat hal penting dalam setiap agama, yaitu :
1.        Kekuatan gaib, manusia merasa dirinya lemah dan berhajat pada kekuatan gaib itu sebagai tempat minta tolong.
2.        Keyakinan manusia bahwa kesejahteraannya di dunia ini dan hidup akhirat tergantung pada adanya hubungan baik dengan kekuatan gaib itu.
3.        Respon yang bersifat emosionil dari manusia. Res-pon itu bisa berupa rasa takut seperti yang terdapat dalam agama-agama primitif, atau perasaan cinta seperti yang terdapat dalam agama-agama monoteisme.
4.        Paham adanya yang kudus (sacred) dan suci dalam bentuk kekuatan gaib, dalam bentuk kitab yang mengandung ajaran-ajaran agama itu dan dalam bentuk tempat-tempat tertentu.
Setelah diketahui pengertian masing-masing dari agama dan filsafat, Harun Nasution mengemukakan bahwa filsafat agama adalah berfikir tentang dasar-dasar agama menurut logika yang bebas. Pemikiran ini terbagi menjadi dua bentuk, yaitu:
a)        Membahas dasar-dasar agama secara analitis dan kritis tanpa terikat kepada ajaran agama, dan tanpa tujuan untuk menyatakan kebenaran suatu agama.
b)        Membahas dasar-dasar agama secara analitis dan kritis dengan maksud untuk menyatakan kebenaran suatu ajaran agama atau sekurang-kurangnya untuk menjelaskan bahwa apa yang diajarkan agama tidaklah mustahil dan tidak bertentangan dengan logika. Dasar-dasar agama yang dibahas antara lain  pengiriman rasul, ketuhanan, roh manusia, keabadian hidup, hubungan manusia dengan Tuhan, soal kejahatan, dan hidup sesudah mati dan lain-lain.

B. Keselarasan Agama dan Filsafat
Adapun keselarasan antara filsafat dan agama menurut al-Kindi di dasarkan pada 3 alasan: (1) Ilmu agama merupakan bagian dari filsafat, (2) Wahyu yang diturunkan kepada Nabi dan kebenaran filsafat saling bersesuaian, (3) menuntut ilmu, secara logika, diperintahkan dalam agama.
* Dua Tradisi Besar Filsafat:
1)      Filsafat Tradisional, “the perennial philosophy” yang sering dibahas “Yang Suci” (The Secred) atau “Yang Satu” (The One) dalam satu manifestasinya, seperti dalam agama, filsafat, sains dan seni.
2)      Filsafat Modern : justru sebaliknya. Yakni, membersihkan “Yang Suci” dan “Yang Satu” dari alam pemikiran filsafat, sains dan seni – telah benar-benar dikosongkan dari adanya “Yang Suci” atau dilepaskan dari kesadaran kepada “Yang Satu”.
B .  Agama sebagai  Objek Filsafat
Aristoteles mengemukakan bahwa objek filsafat ada-lah fisika, metafisika, etika, politik, biologi, bahasa. Al-Kindi mengemukakan bahwa objek filsafat itu adalah fisika, matematika dan ilmu ketuhanan. Menurut al-Farabi, objek filsafat adalah semua yang maujud.] Selain yang dikemukakan oleh para filosof di atas, menambahkan bahwa kepercayaan itu termasuk objek pembicaraan filsafat.
Karena begitu mendalamnya pembahasan tentang Tuhan terdapat dua kemungkinan yang akan terjadi. Dengan mempelajari agama bisa seseorang   berubah keya-kinan. Ada orang yang membahas persoalan kepercayaan dalam agama itu menambah keyakinannya terhadap Tuhan. Ada orang yang membahas persoalan kepercayaan tentang Tuhan, tetapi karena ia tidak mendapatkan kepuas-an dalam penemuannya sehingga orang itu berpaling dari keyakinannya semula.
C. Krangka Berfikir (Proses Penggunaan Akal) dalam Filsafat Agama
Penjabaran yang mengenai proyeksi akal dalam filsafat agama al-Farabi telah mengelompokkan akal dalam 2, yakni: (1) Akal praktis, yaitu yang menyimpulkan apa yang mesti dikerjakan; dan (2) Akal teoritis, yaitu yang membantu menyempurnakan jiwa. Akal toritis ini dibagi lagi menjadi: yang fisik  (material), yang terbiasa (habitual); dan yang diperoleh (acquired).Seiring dengan yang diungkapkan oleh ibn Rusyd, sekali pun ia menyanjung tenaga akal dan mempercayai akan kemampuannya untuk mengetahui, namun ia mempercayai pula, bahwa ada hal yang terletak di luar kemampuan akal untuk diketahuinya. Karena itu ia menyarankan supaya kita haruskembali kepada wahyu yang diturunkan untuk menyempurnakan pengetahuan akal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Blogroll

About