Pages

Labels

Diberdayakan oleh Blogger.

Senin, 18 Mei 2015

MAKALAH IMPLEMENTASI KURIKULUM



MAKALAH
IMPLEMENTASI KURIKULUM


A. PENDAHULUAN
Sebuah kurikulum sekolah akan lebih berharga/berbeda jika kurikulum tersebut dapat memberi hasil pada siswa. Kurikulum yang dirancang dengan baik, haruslah dilaksanakan di seluruh sekolah, dan berdampak pada siswa untuk mencapai tujuan pendidikan. Kurikulum tidak akan tercapai jika hanya dibiarkan setelah dikembangkan. Kurikulum yang telah didesain optimal harus diimplementasikan dan mempunyai hasil bagi pembelajaran. Banyak kurikulum yang telah didesain dan dikembangkan tidak diiplementasikan karena ketiadaan suatu rencana perubahan dalam keseluruhan suatu sistem persekolahan.
Kurikulum baru yang gagal boleh jadi karena alasan belum mempertimbangkan pengembangan kurikulum secara kritis. Seringkali, individu dalam sekolah percaya bahwa usaha kurikulum adalah untuk melengkapi rencana baru yang dikembangkan. Perhatian lebih banyak diberikan pada permasalahan manajemen dan organisasi dibanding pada perubahan kurikulum. Banyak individu yang bertanggung jawab pada kurikulum tidak memprosses suatu pandangan makro perubahan atau menyadari bahwa inovasi memerlukan perencanaan hati-hati dan monitoring yang ketat.
Keberhasilan implementasi/pelaksanaan kurikulum, tidak saja tergantung pada perencanaan, tapi juga pada gambaran awal tahapan proses pengembangan untuk implementasi kurikulum.

B. SIFAT ALAMI IMPLEMENTASI KURIKULUM
            Leslie Bishop menyatakan bahwa beberapa tahun yang lalu, implementasi memerlukan penggantian dan restrukturisasi. Keadaan tersebut masih benar di abad ini. Implementasi memerlukan penyesuaian kebiasaan pribadi, tindakan, mengutamakan program, tempat belajar, dan suatu schedule kurikulum. Hal ini mempunyai pengertian bahwa pendidik bergeser dari program yang sekarang kepada program yang baru. Pemimpin aktivitas kurikulum sudah menyadari bahwa implementasi adalah suatu aspek penting pengembangan kurikulum, dalam dua dekade terakhir di abad dua puluh, implementasi menjadi suatu perhatian bidang utama pendidikan. Hal ini meningkatkan anggaran menjadi berjuta-juta dolar yang dibelanjakan untuk mengembangkan proyek kurikulum. Dan banyak projek yang tidak berhasil. Saat ini, kritikus pendidikan masih mencatat bahwa banyak kurikulum belum sukses dengan siswanya.
            Pada saat mengevaluasi pelaksanaan kurikulum, kita perlu mempertimbangkan pendapat para pendidik. Setelah meninjau beberapa proyek inovatif Fullan dan Pomfret mengungkapkan bahwa dalam pengamatan mereka, implementasi inovasi yang efektif membutuhkan waktu, interaksi dan kontak pribadi, penataran dan lain-lain. Mereka juga menyebutkan bahwa guru harus mengetahui dengan jelas tujuan, sifat dan manfaat dari sebuah inovasi/perubahan kurikulum.
Keith Leithwood menganggap pelaksanaan kurikulum merupakan proses pengurangan perbedaan antara praktek yang ada dengan yang disarankan oleh inovator/agen perubahan. Pelaksanaan kurikulum mempengaruhi perubahan perilaku secara bertahap, sehingga orang membutuhkan waktu untuk menyetujui suatu perubahan. Yang harus di ingat adalah, Implementasi/pelaksanaan kurikulum membutuhkan waktu, karena pelaksanaan kurikulum melibatkan upaya mengubah pengetahuan, sikap dan tindakan individu. Implementasi adalah proses interaksi antara orang-orang yang menciptakan program dan yang menyampaikannya.
1.  Hubungan Pelaksanaan terhadap Perencanaan
Keberhasilan pelaksanaan kuriukulum merupakan hasil dari perencanaan yang cermat. Menurut Edgar Morphet et al, agar proses perencanaan dan pelaksanaan menjadi efektif dan bermakna, maka hubungan keduanya haruslah dipertimbangkan dengan cermat. Perencanaan yang efektif harus berhubungan dengan perubahan yang diinginkan dan mengidentifikasi apa yang dapat dilaksanakan.
Implementasi kurikulum membutuhkan perencanaan, perencanaan berfokus pada 3 faktor yaitu orang, program dan organisasi/lembaga. Ketiga faktor tersebut harus saling mendukung satu dengan yang lainnya. Ada orang berpendapat hanya dengan satu faktor dapat memfasilitasi pelaksanaan kurikulum, namun idealnya adalah ketiga faktor ini harus dipertimbangkan dalam pelaksanaan kurikulum.
2. Incrementalisme/Penolakkan
Setiap orang ingin berubah, tetapi mereka juga takut dengan perubahan, terutama perubahan yang datang dengan cepat dan mereka tidak memiliki kontrol/pengaruh atas perubahan tersebut. Dunia guru tidak memungkinkan menerima perubahan yang cukup banyak. Both Fullan dan Goodglad juga mengatakan bahwa rutinitas sehari-hari guru adalah menyajikan pelajaran, sehingga guru hanya memiliki sedikit kesempatan untuk berinteraksi dengan rekannya. Selain itu Seymour Sarason juga mengomentari bahwa isolasi/pengasingan guru dalam sekolah, memiliki dampak negatif terhadap perubahan. Menurutnya sekolah membuat guru merasa profesionaally, guru bertanggung jawab sendiri, dan mereka memecahkan persoalan sendiri, sehingga guru melihat perubahan dalam program sebagai kegiatan individu.
Keadaan ini memberi efek pada psikologis guru, guru merasa tidak menyukai administrator dan agen perubahan yang dianggap tidak peduli dengan penderitaan guru. Dan Lortie menyatakan bahwa pada kenyataannya banyak faktor yang mempengaruhi guru menerima suatu perubahan adalah: Guru memiliki ketahanan untuk berubah, karena mereka percaya bahwa lingkungan kerja mereka tidak pernah mengizinkan untuk menunjukkan apa yang benar-benar bisa mereka lakukan. Banyak perubahan yang ternyata tidak mengatasi berbagai permasalahan.
Guru memerlukan waktu untuk mencoba program baru yang akan dilaksanakan, untuk merefleksikan tujuan-tujuan baru, konten dan pengalaman belajar serta mencoba tugas baru.  Selain itu guru juga butuh waktu untuk menentukan strategi untuk program baru dan diskusi dengan rekan-rekan sejawat. Hal ini senada dengan Loucks dan Lieberman yang mengemukakan bahwa guru dapat melalui  tingkatan penggunaan kurikulum baru, yaitu :
1.    Guru perlu waktu menyesuaikan diri dengan bahan dan tindakan yang dibutuhkan untuk kurikulum baru.
2.   Seiring dengan waktu, guru menerima kurikulum baru, dan berinisiatif memodifikasi kurikulum, yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa dan pandangan filsafat mereka sendiri.
3. Komunikasi
Kemunculan sebuah program baru yang sedang dirancang, memerlukan adanya saluran komunikasi terbuka, agar program tersebut tidak muncul secara mengejutkan. Sebuah implementasi kurikulum akan berhasil dengan adanya diskusi antara guru, kepala sekolah dan pekerja kurikulum lainnya. Diskusi ini akan mempermudah memperkenalkan sebuah program baru, dan mempermudah proses pengiriman pesan/informasi.
Seorang pemimpin perlu mengkomunikasikan asumsi yang mendasari sebuah  program baru, nilai-nilai serta sudut pandang  program baru tersebut pada stafnya. Jika program baru adalah sebuah perubahan besar dari program yang ada sebelumnya, maka pemimpin kurikulum dapat mengkomunikasikannnya melalui pertemuan, lokakarya, demonstrasi dan lain-lain.
Karena itu kunci keberhasilan sebuah komunikasi adalah Individunya. Philip Phenix menyatakan hambatan nyata untuk komunikasi bukan teknis tapi manusia. Dengan demikian, pemimpin kurikulum harus menciptakan iklim yang kondusif untuk terjadinya komunikasi efektif antara staff pendidikan dengan masayarakat (Perorangan dan komunikasi massa). Semua orang dipersilahkan untuk menyampaikan pandangan mereka dan mereka bertanggung jawab untuk berpartisipasi menyampaikan pesan pada pelaksanaan kegiatan kurikulum.
4. Kerjasama
Agar perubahan kurikulum berhasil dan dilembagakan, maka harus ada  kerjasama antar semua orang yang terlibat dengan pelaksanaan program. Sebuah tinjauan penelitian mengungkapkan bahwa keberhasilan pelaksanaan kurikulum akan meningkat, jika guru berpartisipasi aktif dalam pengembangan dan pelaksanaan kurikulum.
Charles Silberman mengungkapkan bahwa banyak reformasi tahun 1950-an yang menyatakan bahwa guru-guru keluar dari proses pendidikan. Para inovator menginginkan guru membuat handout (ringkasan) materi. Guru merasa program hanyalah sebuah perubahan/pembaharuan yang tidak bisa mereka kendalikan, sehingga program ini tidak bisa sepenuhnya dapat dilaksanakan. Suatu perubahan akan efektif jika guru berkomitmen untuk perubahan tersebut dan mengganggap perubahan itu dapat mengatasi kebutuhan dan masalah yang mereka hadapi.
5. Dukungan
Dalam pelaksanaan kurikulum juga dibutuhkan dukungan biaya/keuangan. Perancang kurikulum perlu memberikan dukungan untuk program baru/modifikasi program yang mereka anjurkan, agar pelaksanaan program segera dilaksanakan. Para pendidik butuh waktu untuk pelatihan (membahas kebutuhan guru), dan waktu untuk menyesuaikan diri dengan program baru. Program pelatihan yang efektif harus fleksibel untuk merespon perubahan kebutuhan guru/staf. Program pelatihan ini juga sebagai wadah untuk menanggapi keberatan/kekhawatiran guru/staf serta menilai ketercapaian tujuan.
Pengembangan dan pelaksanaan program baru membutuhkan dukungan keuangan. Artinya tanpa dukungan keuangan, pengiriman/penyampaian program baru ke seluruh kabupaten akan gagal. Jika suatu sekolah membuat program baru menggunakan dana pemerintah, maka mereka harus menemukan cara untuk mendukung program tersebut, yang pernah dilaksanakan dengan dana/anggaran rutin sekolah. Selain itu uang juga dibutuhkan untuk melengkapi bahan dan peralatan agar melembagakan sebuah program baru. Untuk itu diperlukan kerjasama antar semua pihak di sekolah, dan kepala sekolah menjadi kunci sukses sebuah inovasi dan pelaksanaan kurikulum. Selain itu keberhasilan pelaksaan kurikulum juga membutuhkan kerjasama diantara sesama rekan kerja. Dengan kerjasama ini guru bisa saling berbagi ide, bersama-sama memecahkan masalah dan membuat bahan ajar secara kolaboratif (berkelompok).

C. IMPLEMENTASI KURIKULUM SEBAGAI PROSES PERUBAHAN (INOVASI)
            Implementasi kurikulum merupakan bagian penting dari pengembangan kurikulum, ini berarti kegiatan kurikulum adalah kegiatan perubahan. Setiap orang yang melakukan perubahan haruslah memahami perubahan itu sendiri, konsep dan jenis perubahan, dan memungkinkan individu untuk menentukan sumber perubahan. Perubahan dapat terjadi dalam 2 cara , yaitu:
  1. Perubahan yang cepat
  2. Perubahan yang lambat.
Menurut penelitian, perubahan kurikulum dapat berhasil dilaksanakan (baik secara cepat dan lambat),  ada 5 pedoman untuk membantu kita menghindari kesalahan dimasa lalu :
1.     Inovasi/perubahan  yang dirancang untuk meningkatkan prestasi siswa
2.    Inovasi/perubahan yang sukses memerlukan perubahan dalam struktur sekolah tradisional.
3.     Inovasi/perubahan harus dikelola dan layak untuk semua guru (rat-rata guru).
4.     Keberhasilan pelaksanaan sebagai upaya perubahan harus organik, bukan birokrasi.
5.    Hindari sindrom “ melakukan sesuatu, melakukan apa-apa”.
Kelima pedoman ini secara sitematis harus saling terkait. Pengguna kurikulum akan mendapatkan keuntungan dengan mempertimbangkan penerapan mereka dalam konteks tertentu, pada sekolah sendiri, atau sekolah kabupaten.
1. Sebuah Teori perubahan
Perubahan adalah hasil dari pengetahuan baru. Lovell dan Wiles menyajikan suatu model perubahan yang menggabungkan konsep sosial dan psikologis. Model ini menunjukkan bahwa guru dan siswa merupakan sistem, dan mereka yakin mereka dapat mencapai tujuan dengan lebih efektif sebagai sistem daripada sebagai individu. Model ini dapat digunakan untuk berbagai proses perubahan, seperti proses kepemimpinan, komunikasi dan pemecahan masalah. Proses perubahan dipengaruhi oleh sistem eksternal (umpan balik dari lingkungan ) dan kekuatan. Pemimpin kurikulum harus memfasilitasi proses perubahan melalui: a) kepemimpinan;  b) komunikasi; c) pelepasan potensi manusia; d) pemecahan masalah bersama; dan e)evaluasi.
Lovell dan willes menunjukan bahwa perubahan dapat dicapai melalui proses yang berkesinambungan melalui kegiatan pemecahan masalah. Konsekuensi keberhasilan penggunaan pendekatan ini adalah dengan menciptakan kekuatan eksternal dan internal baru yang menstimulasi perubahan dan perbaikan sistem kurikulum.
2. Perubahan Tipilogi
Warren Bennis mengidentifikasi beberapa jenis penggunaan perubahan :
a.         Penggunaan terencana, yaitu perubahan dimana orang yang terlibat dalam proses perubahan mempunyai kekuatan dan fungsi yang sama dalam mode yang ditentukan. Perubahan yang terencana adalah ideal.
b.        Perubahan yang ditandai dengan paksaan oleh satu kelompok menentukan tujuan. Kelompok mempunyai kontrol yang besar dan menjaga keseimbangan yang tidak setara.
c.         Perubahan Interaksi, yang ditandai dengan penetapan tujuan bersama, dan antara setiap kelompok memiliki kekuasaan distribusi yang sama.
Kebalikan dari perubahan terencana adalah perubahan alam/acak yang terjadi di sekolah, dimana kurikulum disesuaikan/ dimodifikasi dan diterapkan bukan sebagai hasil analisis yang cermat, melainkan sebagai respon terhadap kejadian tak terduga, misalnya adanya tuntutan kelompok tertentu /badan legislatif untuk melaksanakan suatu program tertentu. Menurut Robert Chin ada tiga jenis strategi perubahan yang  juga dapat dianggap sebagai tipilogi perubahan:
a.              Strategi Empiris-rasional, yang menekankan pentingnya mengetahui perlunya perubahan dan memiliki kompetensi untuk menerapkannya.
b.             Strategi Normatif-reedukatif yang didasarkan pada rasionalitas dan kecerdasan manusia.
c.              Strategi Kekuatan, mengharuskan individu sesuai dengan keinginan mereka yang berada dalam posisi unggul mereka. Memaksa individu itu mematuhi berbagai keinginan dari mereka yang lebih pandai.
3. Mengubah Menurut Kompleksitas
Dalam proses perubahan ada 5 jenis perubahan yang menggunakan kompleksitas sebagai penyelenggara:
a.    Pergantian, dimana perubahan menjelaskan penggantian satu elemen dengan elemen lainnya.
b.    Perubahan, dimana perubahan hadir ketika seseorang memperkenalkan ke bahan yang ada, item dan konten baru, bahan atau prosedur yang berkemungkinan untuk lebih mudah diadopsi.
c.    Gangguan, yakni perubahan awalnya bisa mengganggu program, tapi kemudian pemimpin kurikulum dengan sengaja menyesuaikannnya dengan program yang sedang berlangsung dalam jangka waktu yang singkat.
d.   Restrukturisasi, yakni perubahan yang menyebabkan modifikasi dari sistem itu sendiri.
e.    Perubahan orientasi nilai, yakni pergeseran filosofi dasar peserta atau orientasi kurikulum.
4. Perlawanan/resitensi Perubahan
Banyak guru yang kewalahan dengan perubahan yang diusulkan dan implikasinya. Guru melihat kurikulum baru mengharuskan mereka untuk mempelajari keterampilan mengajar baru, mengembangkan kompetensi baru dalam pengembangan kurikulum, pengelolaan sumber belajar atau memperoleh keterampilan baru dalam hubungan interpersonal. Kenyataan dalam beberapa kasus, banyak program pendidikan guru yang gagal untuk mengembangkan kompetensi yang diperlukan guru untuk menjadi peserta aktif dalam inovasi.
Menurut Everett Rogers ada beberapa hambatan untuk mendapatkan orang yang terlibat dalam perubahan. Mereka saat ini masih :
a.         Ada penghargaan/reward kecil untuk menjadi inovator pendidikan.
b.        Pendidikan tidak diatur dengan agen perubahan, seseorang yang memberikan bantuan atau jawaban pertanyaan.
c.         Inovasi pendidikan memiliki keunggulan merata atas ide-ide atau program yang mereka gantikan.
d.        Keadaan inovatif di sekolah sering tidak menjadi tanggung jawab individu, dan beberapa proses dan struktur formal untuk perubahan ada di sekolah.
e.         Metode difusi di sekolah tidak jelas menjelaskan, ada berapa jalan komunikasi dan tindak lanjut untuk program baru.
5. Peningkatan Penerimaan Terhadap Perubahan
Kegiatan  kurikulum melibatkan pemikiran dan tindakan manusia. Implementasi kurikulum juga merupakan proses kelompok yang melibatkan individu yang bekerja bersama-sama. Pemimpin Kurikulum juga dapat meningkatkan kemauan pendidik untuk berubah dengan "menghubungkan" kebutuhan dan harapan individu dengan orang-orang dalam organisasi. Setiap orang memiliki kebutuhan dan harapan, ia mengharapkan untuk memenuhinya dalam organisasi sekolah tertentu. Getzels dan Guba telah menciptakan model yang menggambarkan hubungan utama antara kepribadian individu dan kebutuhan serta peran lembaga yang diharapkan. Ada beberapa pedoman yang dapat membantu individu meningkatkan penerimaan mereka untuk inovasi kurikulum:
a.         Aktivitas/kegiatan kurikulum haruslah bekerjasama.
b.        Beberapa orang menyukai perubahan, dan beberapa orang tidak menyukai perubahan.
c.         Inovasi adalah subjek perubahan.
d.        Tepat waktu adalah kunci untuk orang meningkatan penerimaan untuk inovasi.
D. MODEL IMPLEMENTASI KURIKULUM
Pemilihan Model Implementasi kurikulum sering tergantung pada pilihan filosofis. Ben Harris menjelaskan bahwa strategi yang ditawarkan untuk mengembangkan pendidikan tidak mudah untuk diidentifikasi. Ben Harris mengamati bahwa usul umum untuk strategi perubahan meliputi: 1) menjelaskan bentuk otoritas; 2) menyertakan peserta dalam penentuan tujuan, pemilihan staf, dan evaluasi; 3) penetapan peran dan tanggung-jawab guru; 4) pelatihan personil dalam strategi perubahan dan teknik resolusi konflik; dan 5) melengkapi  sebagian dampak dengan   melibatkan dukungan.
1.      Mengatasi Penolakan Terhadap Perubahan Model
Mengatasi penolakan terhadap perubahan model (ORC) model didasarkan pada asumsi menurut Neal Gross, bahwa keberhasilan atau kegagalan dari upaya perubahan organisasi yang direncanakan, pada dasarnya adalah sebuah fungsi dari kemampuan para pemimpin untuk mengatasi penolakan staf terhadap perubahan yang ada sebelum, atau pada saat pengenalan inovasi. Kebanyakan orang dalam organisasi prihatin tentang perubahan karena mereka akan bekerja lebih keras tapi tidak/kurang dibayar. Manajer bahkan menolak perubahan karena mereka takut posisi mereka akan menjadi lemah atau mereka akan lebih jauh dari kekuasaan. Manajer harus ingat prinsip utama untuk menangani orang dalam suatu  sistem yaitu kita harus membujuk dan memotivasi bawahan bukan memerintah mereka, sehingga mereka benar-benar ingin memiliki cara (perubahan) baru tersebut.
Salah satu strategi untuk mengatasi penolakan terhadap perubahan adalah perimbangan kekuasaan antara manajemen dan anggota organisasi, administrator sekolah dan guru. Hall dan Loucks telah mencatat bahwa kekhawatiran dapat dikelompokkan ke dalam empat tahapan perkembangan yang luas :
Tahap 1   :     Kekhawatiran yang tidak terkait. Pada tingkat ini guru tidak memahami   hubungan antara diri dan perubahan yang disarankan. Misalnya, jika program ilmu baru sedang diciptakan di sebuah sekolah, guru akan mengetahui upaya, tetapi tidak akan mempertimbangkan bahwa dia akan dipengaruhi oleh keterkaitan dengan upaya.
Tahap 2 :       Keprihatinan pribadi. pada tahap ini, individu bereaksi terhadap inovasi dalam kaitannya dengan situasi pribadi. berkaitan dengan bagaimana mereka membandingkan program baru dengan program yang sedang berjalan, khususnya untuk mengetahui apa yang dia lakukan.
Tahap 3 :       Keprihatinan yang berkaitan dengan tugas. Keprihatinan yang menonjol pada tingkat ini berhubungan dengan penggunaan inovasi di dalam kelas.
Tahap 4 :       Keprihatinan terkait Dampak. Ketika bereaksi pada tahap ini, seorang guru lebih memperhatikan bagaimana inovasi akan berdampak lain pada seluruh organisasi. Mereka tertarik untuk mengetahui bagaimana porgam baru mempengaruhi siswa, rekan-rekan dan masyarakat.
Ketika bekerja dengan ORC Model pendidik harus berurusan secara langsung dengan keprihatinan pada tahap 2,3 dan 4. Jika mereka mengabaikannya maka tidak akan ada orang yang membeli inovasi, atau akan berurusan dengan cara yang tidak dimaksudkan dalam konsepsi program. Sering masalah tersebut dapat diatasi oleh pemimpin kurikulum yang menjaga semua staf ,informasi inovasi dan mereka yang melibatkan orang-orang yang akan langsung dipengaruhi dalam keputusan-keputusan awal mengenai inovasi.
2. Kursus Hambatan Kepemimpinan Model.
Model lain yang berurusan dengan pelaksanaan adalah kursus hambatan kepemimpinan (LOC) Model. Model ini tumbuh dari karya Neal Gross untuk menentukan keberhasilan atau kegagalan organisasi. Pada dasarnya secara umum LOC Model mengatasi penolakan untuk mengubah model. Perlakukan ini menolak perubahan sebagai masalah dan mengusulkan bahwa data yang harus dikumpulkan untuk menentukan tingkat dan sifat perlawanan. Idenya adalah untuk para pemimpin yang menetralisir hambatan ini. Mereka dapat melakukan ini dengan memastikan lima kondisi/tahap yang ada:
a.         Anggota Organisasi harus memiliki pemahaman yang jelas tentang inovasi yang diusulkan.
b.         lndividu dalam organisasi harus diberikan keterampilan dan kemampuan yang diperlukan untuk melaksanakan proses inovasi
c.         Bahan dan peralatan yang diperlukan untuk inovasi harus dilengkapi
d.        Organisasi sekolah dalam hal ini harus dimodifikasi sehingga cocok dengan inovasi yang disarankan.
e.         Peserta dalam inovasi harus termotivasi untuk menghabiskan waktu diperlukan dan usaha untuk membuat inovasi yang sukses.
Pemimpin Kurikulum bertanggung jawab untuk menjamin bahwa lima kondisi ini hadir selama waktu/masa pelaksanaan percobaan. Wewenang proses manajemen itu sendiri untuk menetapkan kondisi ini. LOC model meluas menjadi ORC model.
LOC model ini mempertimbangkan perubahan pendidikan sebagai tiga tahapan berurutan:
a.         Inisiasi
b.         Percobaan pelaksanaan
c.         Penggabungan
 Dalam model ini  manajemen tidak hanya bertanggung jawab untuk mengatasi perlawanan pada upaya awal perubahan, manajemen juga harus membangun dan memelihara kondisi yang diperlukan agar tugas dapat dicapai selama pelaksanaan percobaan dan juga selama pemeliharaan program didirikan. Dalam tahap kedua model ini, keterampilan dan kemampuan baru guru akan  diperlukan untuk mengimplementasikan program baru. Mereka menyarankan untuk mengembangkan keterampilan mereka yang kurang, dapat dikembangkan melalui kegiatan pelatihan.
Program baru memerlukan bahan-bahan baru, seperti yang ditunjukkan oleh tahap ketiga. Guru ikut menyatakan apa bahan akan diperlukan. Pemimpin akan menjamin dana yang diperlukan untuk menyiapkan  bahan-bahan dan peralatan yang diperlukan untuk mengajar program studi sosial baru. Sebagai bagian dari tahap keempat, ruang dan jadwal akan disesuaikan. Harus adanya modifikasi organisasi sekolah yang disesuaikan dengan inovasi yang disarankan , misalnya untuk Pembelajaran kooperatif, maka kelas pun juga disesuaikan dengan keadaan yang mendukung terjadinya pembelajaran kooperatif tersebut. 
3. Linkage Model
Linkage model yang dikembangkan oleh Ronald Havelock mengakui bahwa ada inovator di pusat penelitian dan pengembangan, Universitas, dan sistem sekolah. Pendidik, menemukan beberapa upaya inovasi yang tidak pantas untuk memecahkan masalah sekolah. Yang dibutuhkan adalah kecocokan antara masalah sekolah dan inovasi pembentukan hubungan inovasi. Titik awal untuk perubahan pendidikan adalah proses  pemecahan masalah, pengguna harus mengungkap informasi yang relevan dengan masalah diidentifikasi nya.
Interaksi sangat berguna bagi pengguna untuk mendapatkan keefektifan hubungan antara sumberdaya sistem dan sistem pengguna. Sumber sistem harus memiliki gambaran yang jelas dari masalah pengguna jika itu adalah untuk mengambil atau membuat sesuai pengetahuan atau paket pendidikan. Sumber sistem juga harus mengirimkan solusi yang mungkin untuk pengguna. Keberhasilan sumber sistem harus melanjutkan melalui siklus diagnosis, pengambilan, fabrikasi solusi, penyebaran, dan evaluasi untuk menguji produk.
Dalam linkage model proses dasar adalah transfer pengetahuan. Di sekolah yang menggunakan model ini, seluruh tujuan dikembangkan dan menguji coba melalui tahap diagnosa masalah, mencari, perbaikan, dan seterusnya, sehingga pengetahuan dapat ditransfer ke seluruh staf sekolah dengan cara yang akan memungkinkan mereka untuk melihat relevansi inovasi dan merasa nyaman dan terampil dalam implementasinya.
4. Model Pengembangan Organisasi.
Schmuck dan Miles memposisikan banyak pendekatan pengembangan pendidikan dari tahun 1960-an dan l970s tidak berhasil karena para pemimpin beranggapan bahwa mengadopsi adalah sebuah proses rasional. Berbicara pandangan seperti memaksa para pemimpin untuk mengandalkan pada aspek teknis inovasi dan Difusi. Schmuck dan Milles menyarankan pengembangan organisasi atau OD adalah sebagai pendekatan yang lebih baik.
Untuk memahami model perubahan ini, pemimpin perlu menyadari bahwa ada beberapa pandangan organisasi. Beberapa ilmuwan sosial menyimpulkan organisasi sebagai gabungan individu atau kelompok yang datang bersama-sama untuk mencapai tujuan dan sasaran tertentu, dengan menggunakan fungsi berbeda yang terkoordinasi secara rasional dan diarahkan menurut beberapa jadwal. Pandangan ini mengacu pada sebuah struktur birokrasi.
Melihat implementasi dari sikap organisasi, pendidik menyadari bahwa organisasi dapat menciptakan kondisi yang secara signifikan mempengaruhi bagaimana individu memahami inovasi dan cara-cara melaksanakannya. Chris Argyris dalam sebuah diskusi tentang konsep organisasi belajar, mencatat bahwa belajar terjadi ketika sebuah organisasi mencapai kesesuaian antara apa yang direncanakan untuk tindakan dan hasil aktual dari rencana yang diimplementasikan.
Blake dan Mouton telah menguraikan beberapa prinsip-prinsip pengembangan organisasi dengan penerapan pendidikan:
a.       Unit perubahan adalah sebuah organisasi yang otonom dan bertanggung jawab untuk dirinya sendiri. Unit OD harus mengandung otoritas penting untuk menetapkan arah baru dalam dirinya.
b.      Kepemimpinan harus secara aktif terlibat dalam pengambilan keputusan untuk membawa perubahan yang dibutuhkan.
c.       Seluruh sistem manusia dalam organisasi harus terlibat
d.      Mereka bertanggung jawab untuk mengelola perubahan, perlu diberi kesempatan untuk mempelajari konsep-konsep dari perilaku pemimpin.
OD melibatkan pelatihan kelompok, bukan individu dalam komunikasi dan keterampilan pemecahan masalah. Hal ini membutuhkan orang untuk membentuk kelompok dan bertekad agar sistem berfungsi efisien. Ini mendorong anggota untuk berkolaborasi(bekerjasama) dalam kelompok untuk memecahkan masalah mereka sendiri.
5. Rand Agen Perubahan Model
Model ini diciptakan oleh Rand Corporation dalam upaya evaluasi pada tahun 1970-an, ada  empat program federal yang utama:
a.         Undang-undang pendidikan sekolah dasar dan menengah, judul III (inovatif proyek)
b.         Undang-undang pendidikan dasar dan menengah, judul VII (dwibahasa proyek)
c.         Undang-undang pendidikan kejuruan (teladan program)
d.        hak untuk membaca Program.
Dari penelitian mereka, Rand menyimpulkan bahwa hambatan utama untuk mengubah tampaknya berada dalam dinamika organisasi sekolah setelah keputusan yang telah dibuat untuk mengadopsi Program baru atau praktek. Rand Model menunjukkan tiga tahap dalam proses perubahan:a) Inisiasi, b) Implementasi, c)Penggabungan.
Setelah pemimpin kurikulum mencapai dukungan dari anggota organisasi aktivitas perubahan  memasuki tahap berikutnya. Pada tahap ini, usulan perubahan atau program dan organisasi lokal sekolah dimodifikasi untuk beradaptasi dengan program atau prosedur. Asumsinya adalah bahwa keberhasilan implementasi adalah fungsi karakteristik usulan perubahan, kemampuan pengajaran dan staf administrasi. sifat masyarakat setempat, dan struktur organisasi sekolah.

E. PERANAN AGEN PERUBAHAN
Upaya perubahan memerlukan agen perubahan. Agen perubahan mungkin bisa  siswa, guru, administrator, konsultan, dosen, karyawan, orang tua, warga awam, dan pejabat politik yang tertarik dalam pendidikan. Mereka sering dapat memainkan peran yang berbeda pada waktu yang berbeda dalam proses perubahan, tergantung keahliannya.
Hampir semua orang di komunitas pendidikan dapat menjadi inisiator. Inisiator tetap dengan upaya perubahan keseluruhan. Inisiator katalis dan tidak aktif terlibat dalam salah satu tahap kurikulum perubahan. Kesuksesan proyek perubahan selalu pada fase inisiasi dengan beberapa orang (atau kelompok) sebagai pemprakarsa.

1. Guru sebagai Pemprakarsa.
Guru memainkan peran utama dalam program perbaikan. Guru dapat membantu melaksanakan perubahan karena mereka tahu iklim organisasi sekolah dan mereka mendukung orang-orang yang terlibat dalam perubahan. Kepala sekolah telah menciptakan suasana di mana ada hubungan kerja yang baik antara guru, dan guru bersedia mengambil risiko untuk menciptakan dan memberikan program dinamis, dan memungkinkan  program perubahan akan dilaksanakan.
2. Kepala Sekolah sebagai Pemprakarsa
Kepala sekolah memainkan peran yang besar dalam program perbaikan. Mereka dapat membantu keberhasilan pelaksanaan perubahan karena mereka tahu iklim/suasana organisasi sekolah dan mereka mendukung orang terlibat dalam perubahan. Berman dan Mc. Laughin menunjukan bahwa pentingnya kepala sekolah dalam Studi Rand.    Kontribusi utama Kepala sekolah  untuk implementasi, menurut para peneliti rand bukanlah bagaimana melakukan nasihat, yang biasanya ditawarkan oleh direktur proyek atau konsultan, tetapi dalam memberikan dukungan moral kepada staf dan dalam menciptakan iklim organisasi yang memberikan kekuasaan proyek.
  1. Koordinator Fasilitator
Fasilitator dari dalam organisasi sekolah berkonsentrasi pada proses pengembangan kurikulum, pelaksanaan dan evaluasi. Guru dan kepala sekolah juga dapat memainkan peran ini. Kepala sekolah dapat menjadi fasilitator ketika ia bekerja untuk membangun unit organisasi produktif yang memungkinkan untuk perencanaan koperatif dan kelompok musyawarah. Prinsip seorang fasilitator ketika ia menciptakan dan menumbuhkan iklim yang profesional serta pertumbuhan dan keterampilan kepemimpinan antara staf. Jika guru secara aktif terlibat dalam pengembangan kurikulum, kemudian kepala sekolah harus membebaskan mereka dari beberapa  tugas mereka sehingga mereka dapat menyelesaikan tugas-tugas baru mereka.
  1. Pengawas
Proses pengembangan kurikulum dan pelaksanaan memerlukan pengawasan. Pengawas harus memantau apa yang terjadi dan menentukan apakah tindakan ini sesuai, terutama di tingkat pelaksanaan. Selain itu selama tahap implementasi kurikulum, tidak hanya cara mengajar yang diawasi tetapi juga konten yang sedang dibahas.
Supervisor menyadari bahwa mereka harus mengubah taktik mereka tergantung pada situasi dan para peserta. Roland Doll menunjukkan bahwa supervisor memiliki 3 tugas utama:
a.         Membantu keseluruhan fakultas dalam menentukan tujuan pendidikan dan pemantauan tindakan profesional untuk melihat bahwa tujuan ini ditaati
b.        Instruksional kepemimpinan demokratis dan
c.         menjaga saluran komunikasi dalam organisasi sekolah dan antara sekolah dan masyarakat saling terbuka.

DAFTAR PUSTAKA
Ornstein, A and Hunkins, F.P. 2004. Curriculum Foundations Principles and Issues. New York: Prentice Hall.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Blogroll

About